Selasa, 23 Agustus 2016

 

Gemilang Berprestasi Ala Angga

“The good life is one inspired by love and guided by knowledge.” BERTRAND RUSSELL

Orang boleh saja lahir dari sebuah keluarga berlatar-belakang ekonomi amat sederhana. Sehari-hari hidup pas-pasan bahkan kekurangan. Namun, selagi masih menyala semangat untuk menjadikan dirinya istimewa dan gemilang dengan berbagai prestasi, kemampuan ekonomi yang terbatas bukanlah penghalang berarti untuk merealisasikan mimpinya itu.


Angga Dwituti Lestari, Kick Andy Show, Miskin Tapi Cumlaude


Gambaran di atas secara nyata dialami oleh Angga Dwituti Lestari, Sarjana Sains yang lulus cumlaude dengan IPK 3,98 dari Fakultas MIPA Universitas Sebelas Maret dalam masa studi yang ditempuh 3,5 tahun. Ia putri dari pasangan buruh tani yang sangat sederhana tinggal di bawah Gunung Merapi, Sleman – Yogyakarta. Penghasilan orang-tuanya didapat dari menggarap sawah orang lain. Dari pekerjaan itu, sang ayah yang hanya lulus SMP membiayai kebutuhan keluarga dengan uang 500 ribu – 750 ribu rupiah, yang digunakan untuk belanja selama sebulan. Ibunya yang drop-out kelas 2 SD bekerja menjadi kuli angkut padi dan beras. Perekonomian keluarganya tentu amat pas-pasan. Tak jarang untuk kebutuhan makan sehari-hari tak terpenuhi dengan layak.

”Dulu pernah kami makan hanya dengan garam dan kerupuk. Itu pernah,” tutur Angga dalam sebuah dialog di acara Kick Andy Show. ”Karena memang tidak cukup penghasilan dari jadi buruh tani di desa.”

Dengan kondisi ekonomi yang seperti itu, siapa saja akan bertanya-tanya bagaimana cara seorang Angga mampu berprestasi gemilang dari sejak SD hingga Perguruan Tinggi. Ia mengisahkan pengalaman hidupnya yang luar-biasa dengan senyum manis yang senantiasa terlukis di wajah. Seolah menjadi sebuah isyarat yang ditujukan pada kita bahwa terbebas dari kesusahan hidup dengan gigih berjuang akan terasa begitu manis buahnya.

Kehidupan sulit yang selalu dirasakan keluarga bukannya membuat Angga mengeluh, tetapi telah menggembleng dirinya untuk tetap berani meraih mimpi. Sejak kecil si-bungsu dari dua bersaudara ini tekun belajar dan berbakti pada orang-tuanya. Ia tak sungkan membantu ayahnya ikut ’matun’(menyiangi gulma dan rerumputan) di sawah, menggembala dan mencari pakan ternak. Dari sejak kelas 5 SD hingga SMP, pekerjaan ini sudi dilakukannya karena kesadaran akan peran sebagai seorang anak dari keluarga buruh tani. Ia tahu bantuan sekecil apapun untuk meringankan beban orang-tuanya amatlah berarti, dan dari sanalah pembelajaran tentang arti kehidupan yang bermanfaat mulai ia dapatkan.

Baru ketika Angga diterima masuk di SMA Negeri 1 Teladan Yogyakarta, ia tidak lagi berkubang di sawah ataupun menggembala kambing. Orang-tuanya tahu ia butuh cukup waktu untuk belajar dengan serius. Ia diperbolehkan tidak lagi membantu mereka sebagaimana biasa. Orang-tuanya telah berbesar hati, menurut Angga.

”Kamu harus sekolah saja. Belajar saja. Jangan bantu orang-tua. Biar kamu menjadi anak yang pintar, tapi biar kami yang menderita,” ia masih mengenang ucapan orang-tuanya waktu itu.

Dimotivasi sedemikian rupa, Angga merasa mendapat kekuatan tersendiri. Pengorbanan orang-tua yang rela menderita akibat menanggung beban berat kehidupan demi prestasi gemilangnya amat tak ternilai. Ia begitu menghargai. Ini dibuktikan dengan prestasinya yang berhasil menembus masuk Universitas Sebelas Maret pada program studi ilmu Biologi Fakultas MIPA. Dari sejak awal menjadi mahasiswi di universitas tersebut, Angga mendapat biaya pendidikan dari pemerintah melalui beasiswa bidikmisi.

Angga juga berwirausaha dengan menjual minuman jus buah semasa kuliah. Ada sebuah cerita menarik soal awal mula ia berjualan. Katanya saat itu ada tetangga yang membutuhkan bantuan. Seorang ibu ingin meminjam uang tabungannya untuk suatu keperluan mendesak. Ia tak tega menampik permohonan si-ibu. Akan tetapi, ia tak ingin bantuan yang diberikan tidak memecahkan persoalan sebenarnya – himpitan kesulitan ekonomi yang berkepanjangan.

Angga lalu berpikir kalau si-ibu langsung diberinya pinjaman uang, itu berarti pertolongan sebenarnya agar terlepas dari kesulitan belumlah diberikan. Pendapatnya mengatakan bahwa si-ibu hanya dibantu supaya ’bisa makan’, tetapi tidak dibantu dengan diberitahu ’cara mencari makan’.

Selanjutnya, ia mengajak ibu itu untuk berjualan jus buah bersamanya secara kecil-kecilan. Pengetahuan yang didapat di bangku kuliah cukup mendalam tentang manfaat buah. Ini menunjang kelancaran usahanya. Selain itu, Angga berkeyakinan jalannya dipermudah karena niat mulia ingin membantu orang lain. Ia menuturkan selama niat kita tulus mau menolong orang, Tuhan tidak tidur. Pasti ada jalan yang memudahkannya. Sekalipun kuliah sambil berjualan minuman jus begitu, prestasi akademiknya tetap cemerlang. Ia pernah mencapai nilai IPK 4,0 sempurna ketika berada di semester IV. 

Kita pantas berdecak kagum pada kegigihan perjuangan gadis yang lahir pada 20 Februari 1992 ini dalam usahanya meraih prestasi dalam pendidikan. Anugerah kecerdasan yang diberikan Tuhan, ia syukuri dengan cara tekun dan bekerja keras untuk mewujudkan mimpinya. Kemampuan ekonomi keluarga yang rendah untuk membiayai pendidikan bukanlah penghalangnya untuk mengukir prestasi. Angga mematahkan asumsi bahwa pendidikan tinggi hanya layak dimiliki anak-anak kaum berada. Ia mampu menginspirasi anak-anak lain dari keluarga sangat sederhana agar jangan takut bermimpi meraih prestasi setinggi-tingginya. Ia telah membuka mata kaum pinggiran di Indonesia bahwa hanya pendidikan yang layak dapat membebaskan mereka dari himpitan penderitaan hidup. Untuk itu layak diperjuangkan.

Setelah lulus S1 dengan predikat cumlaude, Angga masih bercita-cita ingin melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi lagi. Lalu pulang karena ingin membangun desanya. Sebuah dusun yang dihuni masyarakat dengan tingkat kemampuan ekonomi level menengah ke bawah. Ia bertekad bahwa desanya harus terbebas dari kemiskinan. Apabila ia berhasil melakukan itu, baru ia merasa dirinya berarti bagi orang banyak.

”Jadilah anak yang pintar karena itu akan berarti untuk orang lain,” inilah motivasi terbesar, yang tertanam dalam dirinya sejak dulu. ”Jadilah orang yang baik budinya, pekertinya dan bermanfaat untuk masyarakat.”

Kita belajar dari Angga. Kini kita dapat memahami bahwa daya juang yang besar untuk mengubah nasib, keinginan untuk membuat diri berarti bagi orang banyak bukanlah hal yang mustahil dilakukan. Selama di dalam diri masih ada keyakinan yang kuat untuk mewujudkan mimpi-mimpi selalu ada jalan yang memudahkannya. Tuhan hanya akan mengubah kondisi memprihatinkan yang dialami seseorang bila orang itu mau tergerak melakukannya. [M.I
Share: